Terhitung ini kali kedua aku menginjakkan kaki di surabaya. Mengawali perjalanan dari madiun dengan kereta Arjuna Ekspress jam 4 pagi dan sekitar tiga jam kemudian tibalah di stasiun tujuan, stasiun gubeng surabaya. Selanjutnya, taksi membawa kami menyusuri kepadatan jalanan kota surabaya menuju tempat verifikasi berkas.

Hajatan akbar penerimaan CPNS Daerah dari pelamar umum Kota Surabaya menjadi alasan kami di kota itu. Tahapan yang tidak mungkin ditinggal, verifikasi berkas, pengecekan kelengkapan dan kesesuai berkas aplikasi untuk selanjutnya ditukar dengan sepotong kartu ujian.

Tiba di loksi verifikasi, gedung wanita chandra kencana, kami disambut dengan sekitar ratusan peserta yang telah datang terlebih dahulu ditempat itu. Segera saja kami ikut dalam antrian pengambilan nomor urut verifikasi yang sekaligus terdapat lembar cek list kelengkapan syarat administrasi.  Setidaknya terdapat tiga jalur antrian, lajur dengan stopmap merah tentu saja diisi antrean pelamar dari tenaga pendidik, selanjutnya lajur dengan antrean stopmap kuning merupakan antrean tenaga kesehatan, dan terakhir lajur stopmap biru dengan antrean pelamar tenaga teknis.

Ketiga antrean pagi itu terlihat berdesak desakan, terlebih dari antrean tenaga kesehatan yang tepat berbaris tak beraturan disamping kiriku. Satpol PP terlihat sedikit emosi mengatur antrian yang saling dorong-dorongan berebut nomor antrian. Sekilas pagi itu memang terlihat antrean tenaga kesehatan lebih panjang dan banyak dibandingkan yang lain.

Beruntung saat pembagian nomor antrean verifikasi kami berhasil mendapatkan tempat terdepan. Tak perlu berlama-lama berebut nomor verifikasi dan kami pun bisa langsung antri kembali di depan gedung untuk menantikan nomor kami dipanggil masuk. Ternyata kebahagian itu tidak lama, harapan untuk dapat segera menyelesaikan verifikasi ternyata tertahan cukup lama.
***
Meskipun datang pagi-pagi tidak cukup menjamin proses verifikasi sesegera mungkin selesai. Nyatanya, rencana tetap tinggallah rencana. Mungkin karena hari-hari terakhir jumlah peserta yang ikut proses seleksi membludak jauh tidak seperti pada awal-awal pembukaan proses ini. Mendapatkan nomor antrian enam ribu tujuh ratusan sekian bukan angka yang kecil untuk hari itu.

Berlama lama menunggu panggilan sebenarnya bukan merupakan hal buruk. Justru dari waktu menunggu itu kami dapat lebih bersosialiasi dengan calon perserta lain baik yang sudah lolos verifikasi maupun dengan peserta lain yang juga sama-sama menunggu nomornya dipanggil.
Sharing dengan beberapa peserta setidaknya kami tahu kalau banyak juga lulusan UNY non warga jawa timur yang mencoba peruntungan mendaftar di sini. Mungkin ini salah satu tanda bahwa lulusan LPTK di Yogyakarta bukan hanya orang-orang jago kandang dan enggan untuk merantau. Tidak sedikit dari mereka bahwa ini merupakan perjalanan pertama ke surabaya.

Hal yang membuat kami merasa nyaman selama melewati proses verifikasi, mungkin karena kesamaan nasib sebagai seorang perantau sekaligus pelamar membuat obrolan kami terasa mengalir begitu saja. Tak sungkan untuk berbagi informasi-informasi pribadi, pengalaman, dan bahkan menolong kami saat kebingungan dengan beberapa masalah kecil yang kami hadapi saat itu.
***
 Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama untuk dapat masuk ruang verifikasi, hambatannya yang kami hadapi ternyata tidak cukup di situ saja. Di depan assessor berkas surat lamaran dan surat pernyataanku disebutnya salah karena cara penulisannya tidak menggunakan huruf balok. Masalah lain terkait administrasi, surat keterangan sehatku juga dianggap tidak sesuai. Masalahnya sederhana, surat sehat yang dikeluarkan dari Puskesmas Danurejan itu tidak bertanda tangan dokter yang memiliki NIP.

Syukur, beberapa masalah di atas dapat selesai pada hari itu juga. Surat pernyataan dan surat lamaran yang salah sebenarnya telah sejak dari awal kami antisipasi dengan membuat ulang versi tulisan full kapital. Sedangkan surat sehat mau tidak mau harus membuat ulang ke pusekesmas terdekat. Alhasil dengan bantuan bpk tukang becak yang murah hati, sekali jalan dengan ongkos cukup 5 ribu dapat sampai di puskesmas tujuan.
Kami ternyata orang kesekian yang sedang berada di puskesmas. Ada sekitar kurang dari 5 orang yang bernasib sama denganku. Puskesmas yang memiliki sift sore itu akhirnya melayani kami sekitar jam setengah 4 dan dengan mengganti 15 ribu kami dapatkan surat sehat yang baru, akhirnya.

Kejadian yang sedikit mengejutkan terjadi saat kami meninggalkan puskesmas. Ada seorang tukang becak meneriakiku dari seberang jalan. Karena aku tidak merasa dia memanggiliku maka dengan santainya kuacuhkan saja apa yang tengah dia lakukan saat itu dan yang pasti aku tidak mengenal tukang becak itu sama sekali. Hal yang tidak kusangka tukang becak itu menghampiriku diseberang jalan. Tidak jelas apa yang tengah dikatakanya saat itu dan yang pasti dari aksen cara bicaranya dia tengah emosi.

Sekilas dari omongannya aku sedikit menangkap bahwa dia mengira aku adalah penumpang atau pelanggannya. Dia semakin tidak terima saat aku mencoba menaiki becak lain. Keributan kecil di pinggir jalan itu berhasil menarik perhatian sebagian warga di sekitar tempat itu dan dengan polosnya aku hanya berkata “maaf ini ada apa ya, saya tidak tahu apa apa.” Singkat cerita saya selamat dari kejadian yang mengagetkan itu setelah seorang tukang becak membawaku pergi dari tempat itu menuju kembali Gedung Wanita Chandra.
***
Proses verifikasi yang memakan waktu seharian itu memaksa kami pulang sore hari dan tentu saja dari awal tidak terpikirkan alternatif perjalanan pulang di jam-jam tersebut. Sesampainya di Stasiun Gubeng dengan menumpang taksi, kereta ekonomi terakhir baru saja berangkat sekitar setengah atau sejam yang lalu. Kami kehabisan pilihan saat hanya dihadapkan pada kereta ap tersisa yang mayoritas bisnis dan eksekutif, tentu kantong kami tidak sanggup untuk itu.
Selanjutnya perjalanan pulang diputuskan dengan naik bis. Dengan jasa taksi lagi kami memutari kota surabaya dari stasiun gubeng menuju terminal bungurasih. Kupikir ini perjalanan yang singka, namun nyatanya tidak hampir setengah lebih kami berputar-putar menysir kepadatan jalanan Kota Surabaya. Maghrib yang semakin menyingsing menghadirkan gelap dan kami semakin tidak mengenali jalan-jalan yang kami lewati. Selebihnya kupikir hanya Tuhan dan sopir taksi itu yang tahu. Kami pun merasa penasaran dan sedikit pasrah, bukan karena argo taksi yang makin lama hitungan biayanya makin membesar tapi karena kenapa perjalanan menuju terminal ini terasa begitu lama.

Sesampainya di terminal sambutan luar biasa kami dapatkan. Mulai dari dicegat dari awal kami buka pintu taksi hingga adegan tarik menarik memaksaku untuk menaiki bisnya. Beruntung kejadian itu tidak lama dan segera kudapatkan bis jurusan jogja yang aku cari. Kurang lebih empat jam bis membawa kami hingga terminal tujuan, terminal maospati. Beruntung selama empat jam itu kami bisa turun dengan baik-baik saja setelah selama perjalanan diajak senam jantung dan pacu adrenalin.