HASIL OBSERVASI KE KOMUNITAS BURUH GENDONG PEREMPUAN DI PASAR BRINGHARJO
A.    TEORI
Teori yang dibangun dalam komunitas buruh gendong perempuan di pasar Bringharjo ini diantaranya yaitu urbanisasi, psikologis, sosial, dll. Urbanisasi merupakan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Para ibu-ibu yang bekerja menjadi buruh gendong ini berurbanisasi dari desanya masing-masing meuju ke kota Yogyakarta untuk membantu suami mencari nafkah agar kebutuhan ekonominya tercukupi. Pada umumnya yang menjadi buruh pengangkut barang dipasar-pasar yang lain diluar kota Yogyakarta merupakan para kaum laki-laki, tetapi uniknya di pasar Bringharjo ini yang menjadi buruh angkut ialah para kaum perempuan. Beliau tidak ragu-ragu atau malu-malu bekerja menjadi buruh gendong yang biasanya pekerjaan angkut-angkut seperti ini dilakukan oleh kaum laki-laki. Para buruh gendong harus  berusaha saling toleransi antara para buruh gendong yang lain tidak saling berebut dan musuhan dalam mencari pelanggan.
B.     ANALISIS
Dipasar Bringharjo terdapat banyak buruh gendong perempuan kalau dihitung lebih dari sekitar 500 orang buruh gendong.                                                                                  

Mereka mempunyai bagian atau lokasi untuk mencari pelanggan misalnya ada buruh gendong yang dibagian sayur, dibagian pakaian, dibagian krupuk, dibagian buah,dll. Kita mewawancarai komunitas buruh gendong perempuan di bagian sayuran yang ada di pasar Bringharjo. Yang beliau gendong yaitu berbagai macam sayuran.

Di pasar Bringharjo buruh gendong mengatakan tidak ada tarikan atau pungutan apa-apa dari pihak manapun. Kami datang ke pasar Bringharjo dua kali skitar pukul 04.00 dini hari dan sekitar pukul 05.00 dini hari suasana pasar sudah marai setelah kami berbincang-bincang dengan mereka ternyata para Rata-rata buruh gendong mulai datang ke pasar atau mulai bekerja menjadi buruh gendong dari pukul 02.00 sampai siang atau bahkan ada yang sampai sore hari.

Ciri-ciri untuk mengenali buruh gendong atau bukan yaitu buruh gendong biasanya membawa selendang dan menggunakan kain yang diikat dipinggang. Mereka biasanya berdiri di tepi jalan atau diperempatan untuk menunggu pelanggan mereka atau kalau yang tidak memiliki pelanggan mereka menunggu ada pedagang yang akan memerlukan jasa gendong mereka untuk membawakan barang dagangan dan pembeli yang memerlukan jasa gendong mereka untuk membawakan barang belanjaan. Kalau sudah ada pelanggan atau pedagang yang memerlukan jasa gendong, mereka segera menghampiri ke mobil bak yang ada di parkiran, seperti yang ada pada gambar diatas.  Disana juga tidak terdapat susunan organisasi atau tidak ada ketuanya.

Berikut ini hasil wawancara dengan buruh gendong di pasar Bringharjo :
Nama   : Ibu Warjinah (Nama disamarkan)
Usia     :62 tahun
Asli      : Sentolo, Kulon Progo
            Ibu Warjinah menjadi buruh gendong di pasar Bringharjo sejak tahun 1975, sekarang beliau dikaruniai 4 anak dan 8 cucu. Ibu War begitu biasa teman-teman sesama buruh gendong memanggil beliau, berasal dari Sentolo, Kulon Progo  dan tinggal atau tidurnya di depan bank Mega (di emperan) yang letaknya tidak jauh dari pasar Bringharjo. Untuk memenuhi kebutuhan MCK menggunakan kamar mandi umum yang berada di sekitar pasar Bringharjo. Alasan menjadi buruh gendong karena membantu ekonomi keluarga, suami tinggal dirumah bersama anak-anak, suami ibu War bekerja sebagai petani padi dan jagung serta mengurus ternak.

Ibu War mulai bekerja menjadi buruh gendong dari jam 02.00 dini hari sampai jam 16.00 WIB. Beliau sejak jam 2 dini hari sudah berada di per empatan menunggu mobil pengangkut sayuran dan apabila mobil sudah datang berebut dengan buruh gendong lain menghampiri mobil itu untuk menawarkan jasa gendongnya. Setelah mendapat pelanggan, beliau segera mengambil sayuran dan menaruh di keranjang selanjutnya digendong menggunakan selendang yang ada dipundak dibawa menuju ke dalam kios pedagang.

Sekali menggendong beliau mendapatkan upah sebesar Rp 1000 sampai Rp 2000 tergantung banyaknya barang yang harus digendong, semakin banyak maka semakin besar pula upah yang akan diperolehnya. Sehari beliau mendapatkan upah tidak menentu kalau sedang kurang beruntung hanya mendapat Rp 20.000,- kalau sedang ramai kadang bisa mencapai Rp 60.000,- seharinya. Kalau pagi ibu War membantu pedagang membawa barang dagangan dari mobil bak yang ada di parkiran pasar Bringharjo ke dalam los tempat dagang, kalau siang ibu War membantu pembeli membawakan barang belanjaan ke kendaraan pembeli.
Ibu War setiap satu minggu atau 12 hari sekali pulang ke Sentolo untuk bertemu dengan sanak keluarga. Suka duka yang beliau rasakan yaitu, senang apabila mendapatkan upah yang banyak karena dapat membantu ekonomi keluarganya, sedihnya harus jauh dari keluarga dan apabila sedang tidak beruntung sedih tidak mendapatkan penghasilan sedangkan dijogja harus tetap mengeluarkan biaya untuk makan dan keperluan lainnya.

Nama   : Mbah Tumiyem (Nama disamarkan)
Usia     70 tahun
Asli      : Sentolo, Kulon Progo
Mbah Tumiyem menjadi buruh gendong di pasar Bringharjo sudah lebih dari 30 tahun yang lalu, sekarang beliau dikaruniai 4 anak dan 2 cucu. Seperti ibu War, mbah Tumiyem juga menginap di depan bank Mega bareng dengan ibu War. Mbah Tumiyem juga berasal dari Sentolo, Kulon Progo.

Meskipun beliau sudah tua dan tidak kuat membawa beban yang berat-berat seperti dulu, tetapi beliau masih tetap bekerja menjadi buruh gendong. Kalau sayuran yang harus digendong banyak mbah harus membawa sedikit demi sedikit dan berulang kali. Beliau mengatakan alasan menjadi buruh gendong karena dirumah tidak ada kerjaan (nglangut) jadi mencari kesibukan dengan bekerja menjadi buruh gendong di pasar Bringharjo Yogyakarta. Seperti teman-teman yang lain beliau mulai bekerja dari jam 2 dini hari sampai sore skitar jam 4. Mbah mengaku mendapat upah yang lumayan setiap harinya pendapatan bersihnya berkisaran antara Rp 20.000 sampai Rp 40.000 dari pada nganggur dirumah mending menjadi buruh gendong di pasar Bringharjo. Mbah mengatakan sedih kalau tidak ada yang menggunakan jasa gendongnya dan ia tidak mendapatkan uang. Mbah mengatakan kalau di pasar sini tidak ada pungutan atau tarikan apa-apa dari pihak manapun, jadi mereka mengeluarkan uang hanya untuk keperluannya saja. Beliau mengatakan kalau tidak ada langganan tetap, kalau ada pedagang mbah membantu membawakan/menggendong barang atau orang yang belanja banyak dan kerepotan mbah juga menawarkan jasa gendong nya.
C.     IMPLIKASI BAGI KONSELOR
Implikasinya untuk kita sebagai konselor dalam observasi ke komunitas ini yaitu menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kehidupan nyata yang ada pada masyarakat sekitar kota Yogyakarta. Semakin membuat kita yakin mengenai teori yang kita pelajari di bangku pendidikan itu didukung oleh adanya fakta-fakta yang ada dilapangan. Serta menggerakan kita untuk menyalurkan ilmu yang kita punya agar dapat membantu masyarakat yang memerlukan bantuan kita sebagai konselor, serta bertujuan agar masyarakat mampu berkembang menjadi lebih baik.