A.    TEORI
Dalam observasi yang kami lakukan di daerah kampung pemulung sedikitnya terdapat dua teori yang coba kami acu dalam pembahasan laporan ini yaitu teori perilaku dan teori belajar sosial dan tiruan. Mengacu  pada pendapat yang dikemukakan oleh Skinner (1938) perilaku merupakan respon atau perilaku seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Sedang Notoamojo (2007) mendefinisikan perilaku sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat,bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan).

Perilaku manusia sendiri oleh Benyamin Bloom dibagi menjadi tiga domain yaitu kognitif, afektif, srta psikomotorik. Selanjutnya teori ini berkembang dan dimodifikasi menjadi tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, serta praktik/tindakan.
Teori yang kedua adalah teori belajar sosial dan tiruan, N.E. Miller dan J. Dollard berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar. Prinsip-prinsip belajar ini terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain dan saling dipertukarkan, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya.
Lebih lanjut mereka membedakan adanya 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan.
a. Tingkah laku sama (Same behaviour)
Tingkah laku ini terjadi apabila dua orang yang bertingkah laku balas (berespons) sama terhadap rangsangan atau isyarat yang sama. Contohnya, dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut.
b. Tingkah laku tergantung (Matched dependent behaviour)
Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara dua pihak. Salah satu pihak mempunyai kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua dan sebagainya) dari pihak yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (depent) pada pihak yang lebih.cmisalnya, kakak adik yang sedang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa cokelat. Mendengar ibunya pulang, si kakak segera menjemput ibunya, kemudian diikuti oleh si adik. Ternyata mendapatkan cokelat (ganjaran). Adik yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meskipun kakaknya tidak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.
c. Tingkah laku Salinan (Copying behaviour)
Seperti tingkah laku tergantung,pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas dasar isyarat yang berupa tingkah laku yang diberikan oleh model. Pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan. Perbedaannya dalam tingkah laku tergantung si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja, sedangkan pada tingkah laku salinan si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa yang lalu maupun yang akan dilakukan di waktu mendatang. Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waku yang relatif panjang ini akan dijadikan patokan oleh si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati tingkah laku model.
  B.     ANALISIS
Kondisi Akses Masuk Menuju Perkampungan
Observasi kami lakukan di sebuah kampung di daerah Ledhok, Mujamuju, Timoho. Kampung ini relatif kecil dan kurang teratur. Akses masuk kampung ini cukup mudah hanya saja secara geografis kampung ini nampak agak terisolir. Hal tersebut dikarenakan posisi tanah perkampungan itu terletak menjorok kebawah lebih rendah dibandingkan perkampungan warga lain di daerah tersebut. Hal tersebut mengesankan seolah kampung itu tersebunyi dan dibentengi perumahan warga lain yang notabene memiliki rumah yang lebih besar dan bertingkat.

Salah satu Sudut Pekarangan Milik Warga

 Pertama kali memasuki kampung tersebut sekilas sudah nampak jelas perbedaan yang cukup kontras bila dibandingkan dengan masyarakat yang ada pada umumnya. Hal tersebut nampak dari bentuk bangunan yang kurang tertata rapi. Mayoritas bangunan yang berdiri merupakan bangunan tidak permanen. Jalanan di perkampungan tersebut masih berupa tanah. Penerangan juga masih seadanya.
Kampung ini semula berdiri karena relokasi warga yang tinggal di bawah jembatan yang membelah sungai gajah wong di sekitar UIN Sunan Kalijaga. Penduduk tersebut tinggal di perkampungan itu kurang lebih selama 10 tahun terakhir ini didiami oleh 55 kepala keluarga.

Usaha Mandiri Warga Mengolah Sabun Cuci Piring
Kampung ini disebut kampung pemulung karena mayoritas warga yang menempati daerah tersebut karena banyak yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi pemulung. Namun sebagian warga di kampung tersebut telah mencoba usaha mandiri dengan membuka usaha bengkel serta produksi sabun cuci piring berbasis usaha rumah tangga.
Kesadaran masyarakat di daerah tersebut perlahan mulai meningkat, khususnya pada bidang pendidikan. Usia produktif yang didominasi oleh usia anak anak aktif mengikuti berbagai kegiatan yang berbasis pendidikan. Baik itu yang berupa pendidikan formal yang ditempuh melalui sekolah baik itu dari jejang pendidikan anak usia dini bahkan hingga perguruan tinggi. Bahkan salah seorang anak di kampung tersebut mampu melanjutkan hingga perguruan tinggi, di APMD. Selain itu juga berkembang pendidikan non formal yang digiatkan oleh komunitas yang peduli terhadap pendidikan berupa pendampingan belajar malam dan kegiatan lain yang serupa.
Kegiatan Pendampingan Belajar di Malam Hari
Meski ada peningkatan kesadaran masyarakat, masih terdapat beberapa keluarga yang menjadikan anaknya sebagai alat pengais uang di jalanan, pengemis. Setidaknya diketahui ada tiga anak yang meminta minta di jalanan diantaranya di jalan Prof Yohanes, Sagan. Masalah lain yang masih belum terselesaikan di daerah tersebut adalah hingga kini belum ada pengadministrasian kependudukan yang baik seperti KTP.
C.     IMPLIKASI BAGI KONSELOR
Kesenjangan yang terjadi di masyarakat masih sangat luas. Hal tersebut didukung dengan berbagai faktor yang saling terkait baik itu faktor perilaku, pendidikan, sosial, hingga ekonomi. Dibutuhkan sebuah pemahaman yang menyeluruh untuk dapat menghadapi kondisi lapangan yang tentu sangat berbeda dari apa yang didapatkan saat perkuliahan. Terjun secara langsung ke lapangan menjadi pelajaran berharga bagaimana memahami dinamika faktual yang terjadi secara utuh. Data di lapangan juga secara langusung meneguhkan teori yang selama ini berkembang atau justru semakin memperkaya dengan khasanah yang ada. Pemahaman yang utuh itulah akan semakin menguatkan unjuk kerja konselor di lapangan ke depannya.