“…Mungkin beberapa bulan lalu ada tidaknya
kamu itu gak berpengaruh apa pun. Tapi kan sekarang beda, aku terbiasa ada dan
dengan kamu…” [11 Oktober 2011, 10:01 PM] pesan itu lagi lagi menyita perhatian
Iras, malam pergi meninggalkannya pelan untuk menghampiri pagi meski itu
terlalu pekat untuk bisa menemui mentari.
***
Malam ke dua puluh lima penghujung oktober ini
sedang tidak menampakkan senyumnya. Tak banyak bintang yang terlihat
menggantung menghiasi langit-langit. Bahkan si “Bintang Anjing” yang kerap
setia memandangi Iras di sisi gelap bumi di sudut 18 derajat garis sebelah
selatan garis tengah langit tak mampu dilihat keberadaanya. Iras pun tak ingin
menyalahkan pada mendung yang tengah bergelayut manja di tiang tiang langit
jauh. Iras hanya bisa menebak bahwa saat ini orang orang Mesir kuno pasti
tengah sedih karena tak mampu memandang tuhannya yang tengah meringkuk
berselimut mendung. Iras masih terpaku dalam lamunan sesaat tanpa dia sadari.
“Kau
tahu, ini yang terakhir, ras!” ucap Rudi santai pada Iras sembari menghabiskan
sisa sisa nila bakarnya. “kita akan berakhir desember ini” imbuhnya. Iras hanya
terdiam tak sengaja mendengar itu dan seolah kata kata itu tersangkut di
tenggorokannya berhenti sejenak bersama aliran jeruk anget yang tengah dia
sedot.
Malam yang semakin larut memaksa mereka untuk
segera beranjak dari tempat nongkrong. Iras pulang dengan tanpa tangan hampa,
dijijingnya segepok pertanyaan yang menamparnya berkali kali sepanjang
perjalanan pulang, “ini kah yang terakhir?” seakan tidak percaya jika cerita
mereka akan segera berakhir.
Iras hanya tersenyum asimetris sembari
memandangi pantulan wajahnya di balik cermin kamar yang mulai memudar. Agaknya
dia baru tersadar akan kata kata yang pernah dia lontarkan berulang kali pada Rudi
sebulan lalu. “tenang aja, ini semua hanya masalah waktu. Dan pada saatnya kita
pun akan terbiasa dan semuanya baik baik saja”
Sebulan yang lalu Iras jauh tidak lebih peduli
pada apa yang telah coba Rudi ungkapkan padanya. Dia hanya menanggapi santai
bahkan seolah nampak abai dengan keadaan yang suatu saat akan dia jumpai.
***
Malam berlalu bersiap menyapa pagi, jarum jam
berputar acuh hingga membentuk sudut 90 derajat tepat membelah lingkaran yang
tengah dia putari. Tidak ada yang lebih menarik saat itu selain memainkan
handphone berharap sms dari seseorang setidaknya menyapanya dengan ungkapan
basa basi penghantar tidur. Namun Iras tentu tidak berharap banyak, “mana ada
tengah malam begini ada sms masuk dan mengucapkan have a nice dream atau apa lah
gitu” batinnya.
Iras kembali mencoba memejamkan matanya yang
mulai kelelahan. Namun lagi lagi perasaan tidak nyaman kembali dia rasakan.
Jari jari yang sedari tadi mencari kesibukan diatas tuts handphone-nya sejenak
terhenti pada sebuah pesan singkat rudi sebulan lalu.
“…Kebayang gak sih, besok kita ketemu kalau
cuman papasan di jalan, Cuma senyum terus berlalu…” [12 Oktober 2011 04:23]
Iras terpaku namun benaknya tersentak hebat.
Dada yang sedari tadi diam nampaknya mulai berkonsolidasi dengan perasaan sesak
yang muncul tiba tiba. Jari jarinya kembali bermain dan terhenti pada pesan
yang bertuliskan
“…Mungkin aku hanya tidak siap membayangkan
bagaimana tahun depan tanpamu…” [11 oktober 2011 10:18]
Dan seolah Iras berusaha membohongi
perasaannya sendiri dan dalam hati mengulang perkataannya “tenang aja, ini
semua hanya masalah waktu dan pada saatnya kita pun akan terbiasa, semuanya
baik baik saja.”
Iras tak yakin dengan apa yang baru saja dia
ucapkan seakan tidak siap untuk berakhir, dia tak tahu berapa lama waktu yang dia
butuhkan untuk membuat semuanya terasa biasa dan baik baik saja.

Posting Komentar