Abstraksi
Mulainya perkembangan seksual remaja yang
menyebabkan keingintahuan yang tinggi terhadap masalah seksualitas sehingga
memunculkan dorongan seks aktif (sex
drive) untuk merasakan kenikmatan seksual
(Mahati, 2001; Gusmiarni, 2000; Aminudin, dkk:1997). Berbagai faktor
eksternal maupun internal turut mempengaruhi perilaku seksual remaja. Akibatnya,
remaja beresiko terhadap perilaku seksual tidak sehat dan beresiko tinggi
berupa tindak seks bebas di usia dini, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)
aborsi, hingga infeksi menular seksual (IMS) di kalangan remaja. Berbagai
penelitian dan lembaga mencatat adanya peningkatan perilaku seksual beresiko
pada remaja.
Kata kunci : remaja, perilaku seksual
PENDAHULUAN
Pada
dekade terakhir ini, remaja mengalami
dinamika permasalahan psikologis yang
cukup problematis dalam berbagai aspek
kehidupan. Remaja
rentan terhadap berbagai masalah psikososial di antaranya kawin dini baik
atas paksaan orang tua mapun atas kehendak sendiri, hamil di usia terlalu muda,
terlalu cepat menjadi orang tua, belum adanya kesiapan untuk mulai mengasuh
anak, pengguguran kandungan yang beresiko terhadap kesehatan ibu dan anak yang
dikandungnya, serta kegagalan dalam pemenuhan akademik (Moeljono, 1999). Institut Alan Guttmacher (2003) menyebutkan
kira-kira
60% remaja di dunia mengalami kehamilan yang tidak diharapkan dan
keterlibatan remaja dalam perilaku seksual tidak sehat dengan
Pekerja Seks Komersial (PSK) beresiko tinggi turut andil menyebarkan penularan
virus HIV/AIDS terhadap 60% remaja berusia dibawah 20 tahun.
Berbagai
penyebab eksternal ditenggarai mengancam kehidupan remaja misalnya penyebaran
konten pornografi yang semakin masif. Peri Umar Farouk menemukan
fakta hasil survey bahwa Indonesia menempati urutan empat
besar di dunia dalam mengakses internet berkonten pornografi. Sebelumnya di tahun 2008
dan tahun 2009, Indonesia dan beberapa negara Asia tenggara
lainnya menempati urutan ketiga pengakses situs dewasa terbesar di dunia.
Pengakses dengan key word
‘sex’ di dominasi remaja umur 14 hingga 16 tahun serta 30 hingga 45 tahun yang
dilakukan hampir merata di seluruh Indonesia. Perusahaan solusi dan strategi
mobile internet, ByteMobile mengungkapkan
selama bulan Juli 2010 lalu trafic video mobile umumnya didominasi oleh 4 situs
porno dengan trafik mencapai 15 persen
dari keseluruhan trafik 10 besar video mobile yang ada.
Akibatnya
berdasarkan riset Norton Online Family pada tahun 2010 diketahui 96 persen anak-anak berusia 10-17 tahun di
Indonesia pernah membuka konten negatif dan selama 64 jam setiap bulan waktu
dihabiskan untuk online dan
ternyata 36
persen orang tua tidak mengetahui konten apa saja yang
diakses oleh anak karena minimnya pengawasan (Tempo Interaktif, 2010). Lembaga swadaya
masyarakat Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia menyebutkan bahwa penetrasi
konten pornografi terhadap anak di Indonesia termasuk terentan kedua setelah
Rusia.
Selain itu
penyebab eksternal lain adalah remaja mengalami pencabulan atau pelecehan
secara seksual pada masa kecilnya. Kaeser Fred (2011), menemukan data bahwa di
Amerika Serikat pada tahun 2000 setidaknya 88.000 anak dibawah umur 18 terlibat
sebagai korban dalam berbagai tindak pencabulan berupa perilaku pelecehan
seksual hingga pemerkosaan. Tindak pelecehan ini dengan asumsi 1 dari 4 anak
perempuan dan 1 dari 6 anak laki-laki dan umumnya meninggalkan dampak traumatis
pada korban yang berkepanjangan.
Penyebab internal yang
menyebabkan remaja melakukan perilaku seksual yang tidak sehat adalah : sikap
permisif, kurangnya kontrol diri, tidak bisa mengambil keputusan mengenai
kehidupan seksual yang sehat atau tidak bisa bersikap asertif terhadap ajakan
teman atau pacar (Kartika dan Farida, 2008). Hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menemukan bahwa 51 persen
siswi di Jabodetabek pernah melakukan hubungan seks pranikah, di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah
hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan
Yogyakarta 37 persen (okezone.com, 2010). Temuan Komisi
Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan
bahwa dari hasil riset yang dilakukan di 12 kota besar di
Indonesia terhadap 2800 pelajar putra dan putri, 76 persen
responden perempuan mengaku pernah pacaran dan mengaku 6,3 persen pernah making love (ML), sementara responden laki-laki 72 persen mengaku pernah pacaran dan sebanyak
10 persen diataranya pernah melakukan ML. Pada Oktober tahun 2010, Komnas Perlindungan
Anak mencatat 62,7 persen remaja SMP dari 4.500 remaja di 12 kota besar menyatakan bahwa dirinya sudah tidak
perawan lagi, sebanyak 97 persen remaja SMP dan
SMA pernah menonton film porno, serta 21,1 persen remaja di Indonesia pernah
melakukan aborsi. Sekalipun terdapat perbedaan
hasil dari ketiga survey, penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja saat ini cenderung toleran terhadap
perilaku seks pranikah.
Faktor-faktor
lain penyebab sikap remaja dalam berpacaran sekarang
kebablasan menurut Boyke Dian
Nugraha (Radar Ngawi, 2011) adalah minimnya pembelajaran
seksual di kalangan remaja dan
pengawasan orang tua yang lemah.
Bentuk-bentuk
perilaku tidak sehat pada remaja makin lama makin meningkat dan beresiko
tinggi. Dalam beberapa penelitian diungkapkan
(Ungki, 2008; Damayanti, 2007; Aliyah, 2006; Gusmiarni, 2000; Aminudin, dkk:
1997) beragam perilaku seksual beresiko diantaranya: gaya pacaran yang tidak
sesuai norma, kekerasan dalam pacaran (KDP), seks bebas, kehamilan yang tidak
diharapkan (KTD), aborsi, penyakit menular seksual (PMS), dan penggunaan alat
kontrasepsi yang tidak sesuai aturan.
Dampak
negatif yang muncul dari perilaku seksual tak sehat adalah kehamilan tidak
diinginkan (KTD).
Di tahun 2006 di lembaga konseling lentera sahaja PKBI Daerah Istimewa Yogyakarta
terlaporkan 638 kasus KTD.
Tahun 2003 tercatat 6 kasus KTD, 97 kasus di tahun 2002, 103 kasus di tahun
2001, dan 92 kasus di tahun 2000 (Rifka Annisa, 2007). Bagi para pelaku KTD umunya mengalami
kecemasan, perasaan malu, bersalah, dan berdosa berkepanjangan. Berkembang
perasaan tidak berharga sehingga muncul perasaan minder dan tidak berdaya
(Aliyah, 2006)
Angka tindak aborsi berdasarkan
hasil survey tercatat 2.000.000 kasus aborsi per tahun. Hal ini menandakan 37
aborsi per 1000 wanita usia 15-19 tahun atau 43 aborsi per 100 kelahiran hidup
atau 30 persen dari kehamilan (Paulinus Soge, 2008). Dampak dari tidak aborsi
sendiri berakibat: pendarahan, infeksi, kemandulan, bahkan kematian (Aliyah,
2006).
Remaja yang mengalami kehamilan
tidak diinginkan (KTD) secara tak langsung dipaksa menjadi orang tua muda. Di
usia yang terlalu dini remaja belum mempunyai kesiapan yang cukup baik secara
emosional maupun finansial. Remaja terpaksa harus merawat anak bahkan
mengorbankan kesempatan menempuh pendidikan. Tak jarang pernikahan dini
berakibat pada timbulnya masalah ketidakstabilan rumah tangga, masalah ekonomi,
serta pengasuhan anak (Furstenberg dalam Sarwono, 1997).
Perilaku seksual menyimpang pada
remaja menjadi bagian dari kekerasan dalam pacaran (KDP). Kekerasan ini salah
satunya ditandai terjadinya pemerkosaan pada masa pacaran atau dating rape yang sebelumnya juga diawali
oleh kekerasan lainnya (Ungki, 2008; Dirham, 2008). PKBI Yogyakarta
mencatat selama Januari hingga Juni 2001 diantara 47 terlaporkan kasus 20% kekerasan
dalam pacaran, sedangkan sisanya berupa tindak kekerasan emosional 20%,
kekerasan fisik 15%, serta 8% kekerasan
ekonomi (BKKBN, 2002).
Kenyataan diatas menunjukkan
dekadensi moral pada remaja saat ini. Sebagai
penerus bangsa, maka kemerosotan moral remaja menjadi keprihatinan banyak kalangan
pendidik, pemuka masyarakat, dan orang tua (Moeljono, 1999; Zakiah Darajat,
1973). Meningkatnya perilaku
seksual menyimpang (deviation sexual)
pada remaja yang mulai mengarah pada perilaku seksual beresiko bahkan kecenderungan sexual
psychopath
patut menjadi perhatian serius untuk ditemukan alternatif dalam penanganannya (Syamsu
Yusuf, 2009; Surya, 1985).
Pentingnya
menjaga remaja untuk berperilaku seksual secara sehat adalah karena dalam
perkembangannya, remaja belum begitu memahami tentang dampak perilaku seksual
yang beresiko, apalagi rasa keingintahuan remaja mengenai seksual terhitung
tinggi. Penyalahgunaan teknologi yang terjadi pada saat-saat ini, misalnya maraknya
peredaran film / video porno, majalah porno dapat memberikan pengaruh
negatif pada perkembangan remaja apalagi
bila tidak didukung dengan ketersediaan informasi yang benar mengenai perilaku
seksual yang sehat dan aman baik melalui berbagai media yang ada maupun perhatian
orang-orang terdekatnya.
Remaja
dan Perilaku Seksual
Perkembangan pada masa remaja
digambarkan sebagai the onset of pubertal
growth spurt (masa kritis dari perkembangan biologis) serta the maximum growth age. Perbedaan
permulaan pemasakan tanda-tanda seksual
yang muncul ditandai oleh munculnya (Monks, Knoers, dan
Siti Rahayu, 2004) : permasalahan seksual, permulaan pemasakan seksual, serta
urutan gejala pemasakan seksual.
Secara fisik perkembangan
remaja pada masa seperti ini ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik yang dimulai dari
pembentukan hormon mamotropik dan hormon gonadotropik (kelenjar seks). Kelenjar
ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer dan
sekunder. Sedangkan kematangan organ seksual ditandai dengan tumbuhnya
payudara, tumbuh rambut di ketiak, dan kemaluan, mimpi basah, menstruasi, dan
juga timbulnya rangsangan-rangsangan seksual. Sedangkan secara psikologis perkembangannya
ditandai dengan timbulnya rasa keingintahuan yang tinggi mengenai seks dan
seksualitas. Pemenuhan keingintahuan yang tinggi ini diperoleh dari membahas
dengan teman sebaya, buku-buku, majalah, internet, serta melakukan eksplorasi
seksualitas dengan onani, masturbasi, hingga intercourse dengan lawan jenis (Santrock, 2006). Masa pembentukan inilah
yang selanjutnya membuat perbedaan-perbedaan yang khas antara remaja laki-laki
dan perempuan (Rita, 2008).
Masa remaja menjadi masa transisi
dimana individu merupakan makhluk
aseksual menjadi seksual. Kematangan hormonal serta menguatnya karakteristik
seksual primer dan sekunder diikuti pula perkembangan emosionalnya. Selama masa peralihan
ini diikuti perkembangan secara biologis dari masa anak-anak menuju dewasa
dini. Pada masa transisi seperti ini menjadi rawan
terhadap meningkatnya aktifitas seksual aktif maupun pasif. Pada masa ini
impuls-impuls dorongan seksual (sexdrive)
mengalami peningkatan dan pada saat tersebut
rasa ketertarikan remaja untuk merasakan kenikmatan seksual meningkat (Mahati,
2001; Gusmiarni,2000; Aminudin, dkk: 1997).
Perilaku seksual sendiri dipahami sebagai bentuk
perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan
kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Namun pemahaman pengertian mengenai
perilaku seksual yang selama ini yang berkembang di masyarakat hanya berkutat seputar penetrasi dan
ejakulasi (Wahyudi, 2000). Dalam
kondisi tertentu remaja cenderung memiliki dorongan seks yang kuat. Namun kompensasi
dari dorongan rasa ini terhadap
lawan jenis, remaja
kurang memiliki kontrol diri yang baik dan terlebih disalurkan melalui
kanalisasi yang tidak tepat. Perilaku
semacam ini rawan
terhadap timbulnya masalah-masalah baru bagi remaja. Banyak
ditemukan remaja melakukakan penyaluran
dorongan yang
tidak sesuai dengan apa
yang menjadi norma masyarakat setempat ataupun diwujudkan melalui ekspresi seksual yang
kurang sehat. Dorongan ini rawan terhadap munculnya pelecehan seksual. Perilaku
seks yang kurang sehat itu jarang disadari remaja dan selanjutnya menimbulkan
kerugian terhadap remaja itu sendiri.
Kerugian dari perilaku seksual
tidak sehat ini menurut Tizar Rahmawan (2010) sebagai berikut: (1) Remaja yang memiliki perilaku
seks yang tidak sehat beresiko besar untuk gagal dalam pendidikan sekolah.
(2) Remaja yang memiliki
perilaku seks yang tidak sehat beresiko mendapatkan sorotan tajam, cemoohan,
bahkan sanksi lebih keras dari masyarakat. Jika hal ini sampai terjadi, citra
buruk akan melekat pada remaja yang bersangkutan dan tentu manjadi hambatan
dalam penyesuaian sosialnya. (3) Remaja yang memiliki perilaku seks yang tidak
sehat beresiko untuk mengalami kehamilan. Kehamilan yang tidak diharapkan tentu
merugikan kedua belah pihak baik pihak laki-laki dan terutama pihak perempuan.
(4) Remaja yang memiliki perilaku seks yang tidak sehat beresiko tinggi
terinfeksi penyakit menular seksual.
KESIMPULAN
Berbagai data menunjukkan pergeseran pola perilaku
seksual di kalangan remaja. Bahkan dalam beberapa dekade terakhir delikuensi
tersebut cenderung meningkat. Berbagai faktor eksternal maupun internal secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi berbagai perilaku seksual pada
remaja.
Perkembangan masa remaja yang diikuti oleh semakin
matangnya organ organ seksual remaja serta meningkatnya dorongan seksual aktif
apabila tidak diikuti dengan kemampuan kontrol yang baik maka akan memiliki
kecenderungan terhadap terjadinya perilaku seksual yang beresiko pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Aliyah Urotul, 2006. Dinamika Psikologis Remaja yang Mengalami Kehamilan
Tidak Dikehendaki (KTD). Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Amirudin, dkk. 1997. Kecenderungan Perilaku Seks Bebas Remaja Perkotaan.
Laporan peneletian. Puslit Sosial
Budaya Universitas Diponegoro
Arudo, T.O. 2008. Peer Counseling Exsperience Among Selected Kenyan
Secondary School. Paper dalam KAPC Conference 2-8 September 2003 di Safari Park
Hotel, Kenya
Damayanti, Rita. 2006 . Peran Biopsikososial terhadap Perilaku Seksual Beresiko
Tertular HIV pada Remaja SLTA di DKI Jakarta 2006. Disertasi. Depok Jakarta : Pasca Sarjana Universitas Indonesia
Harahap, Farida, dkk. 2009. Pengembangan Komik Edukasi sebagai Media
Bimbingan Pribadi Sosial untuk
Meningkatkan Efikasi Diri Siswa SMA terhadap Perilaku Seksual Beresiko. Laporan Penelitian. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Kartika, N.F, dkk. 2008. Konseling Sebaya untuk Meningkatkan Efikasi
Diri Remaja terhadap Perilaku Beresiko.
Laporan Penelitian. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Kartono, Kartini. 2006. Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta:
PT Rajagrafisindo Persada
Komisi Nasional Perlindungan Anak. Catatan Akhir Tahun
2009 Pelanggaran Hak Anak Terus Meningkat. Jakarta
Krecen, Amanda. 2003. Peer Support Training Manual. Dublin: Trinity
Collage Dublin
Notosoedirjo, M. & Latipun. 1999. Kesehatan Mental: Konsep dan
Penerapan. Malang: UMM Press
Santrock, J.W. 2009. Educational Psychology Fourth Edition. New York: MC
Graw-Hill
Surya, Moh. 1985. Kesehatan mental. Bandung: IKIP Bandung
Ungki Dian, 2008. Problematika yang Dialami Mahasiswi dalam Kekerasan
Dalam Pacaran. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
Label: perilaku seksual beresiko, seminar BK
nice share gan
BalasHapusbtw gan, boleh ya saya nitip link disini :)
Nonton Bokep Online
Nonton Bokep
Streaming Bokep Online
Streaming Bokep
Nonton Bokep Jepang
obat viagra di jakarta
BalasHapusviagra asli
ciri-ciri viagra asli
Jika ada situs yang terbaik kenapa pilih yang lain? mari bergabung bersama kami di intanqq.com ^^
BalasHapus7 game dalam 1 ID
Game yang di sediakan oleh intanqq:
* Sakong (New Game)
* Bandar Poker (New Game)
* BandarQ (Hot Game)
* Poker
* Domino
* Capsa Online
* AduQ
Kelebihan:
* Minimal Depo dan WD Rp 15.000
* Proses dana cepat
* Bonus cashback harian 0,3%
* Bonus extra cashback
* Bonus referal 10% + 10%
* No robot
Kami tunggu kehadirannya ^^
Pin BBM: 2AD20246
Mari Bergabunglah Bersama menangdomino99, menawarkan Berbagai Jenis Permainan Menarik.
BalasHapus1 ID untuk 8 PERMAINAN ( NEW GAME : BANDAR 66!!! )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik dari menangdomino99..!!
- Bonus cashback 0,3% setiap hari
- Extra Bonus Cashback Setiap Minggunya
- Bonus Referral 20% Dibagikan Setiap Minggunya.
- Minimal Deposit hanya 15 Ribu
- Minimal Withdraw hanya 15 Ribu
Untuk info lebih lanjut Silahkan hubungi Cs menangdomino99
PIN BBM : 2AFFCE66
Instagram : menangdomino99